Salah satu tugas dari dosen Ushul Fiqh, yaitu suruh nulis+mempresentasikan makalah tentang Taqlid. Berikut ini tulisan gue tentang Taqlid. ^_^
1. Pengertian Taqlid
Taqlid menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu qalada, yuqalidu,
taqlidan, yang berarti mengulangi, meniru dan mengikuti.
Para ulama ushul memberikan defenisi taqlid dengan “mengikuti pendapat seseorang
mujtahid atau ulama tertentu tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilan
pendapat tersebut. Orang yang bertaqlid disebut mukallid.
Dari defenisi di atas terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan dalam
pembicaraan taqlid, yaitu:
a) Menerima
atau mengikuti suatu perkataan seseorang
b) Perkataan
tersebut tidak diketahui dasarnya, apakah ada dalam Al-Qur’an dan hadits
tersebut.
Defenisi taqlid menurut para ahli
ushul fiqih:
v Taqlid
menurut Imam Al-Ghazali dalam Al-Mustasyfa adalah:
التّقليد
قبول بغير حجّّة وليس طريقا للعلم لافى الاْصول ولافى الفروع
“Taqlid adalah menerima suatu
perkataan dengan tidak ada hujjah. Dan tidak ada taqlid itu menjadi jalan
kepada pengetahuan (keyakinan), baik dalam urusan ushul maupun dalam urusan
furu’.”
v Al-Asnawi dalam kitab Nihayat
Al-Ushul mendefinisikan:
التّقليد هو الاْخذ بقول غير دليل
“Mengambil
perkataan orang lain tanpa dalil”
v Ibnu Subki dalam kitab Jam’ul
jawami mendefinisikan:
التقليد هو
اخذ القول من غير معرفة دليل
“Taqlid adalah mengambil suatu
perkataan tanpa mengetahui dalil”.
Contoh taqlid: Seseorang yang
mengikuti Umar bin Khattab dalam melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat, tetapi
dia tidak mengetahui alasan yang dijadikan dasar oleh Umar.
2. Hukum dan Ketentuan
Bertaqlid
Para
ulama membagi hukum taqlid menjadi tiga, yaitu:
a.
Taqlid yang haram
Para ulama sepakat bahwa haram melakukan taqlid yang jenis ini. Jenis taqlid
ini ada tiga macam, yaitu:
a) Taqlid
semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau
orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan al-Qur’an dan hadits.
Contohnya, tradisi nenek moyang tirakatan selama tujuh malam di makam, dengan
keyakinan bahwa hal itu akan mengabulkan semua keinginannya. Padahal perbuatan
tersebut tidak sesuai dengan firman Allah, antara lain dalam surat al-Ahzab
ayat 64-67:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir, dan menyediakan bagi mereka
api yang menyala-nyala. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak mendapat
perlindungan dan tidak pula penolong. Di hari itu muka mereka dibolak-balik di
dalam api neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya andai kami taat kepada
Allah dan kepada Rasul. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami
telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu menyesatkan
kami”. (QS.
Al-Ahzab: 64-67)
b) Taqlid
kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedang yang bertaqlid mengetahui
bahwa perkataan atau pendapat itu salah. Firman Allah dalam surat At-Taubah:
31:
Artinya:
“Mereka menjadikan para tokoh agama dan
rahib-rahibnya sebagai Tuhan selain Allah, dan menuhankan al-Masih anak Maryam,
padahal mereka (tahu) hanya disuruh menyembah Tuhan yang satu, Tiada Tuhan
selain-Nya. Maha Suci Dia dari segala apa yang mereka sekutukan”. (QS.
At-Taubah: 31).
c) Taqlid
kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya,
seperti menyembah berhala, tetapi dia tidak mengetahui kemampuan,
kekuasaan atau keahlian berhala itu.
b.
Taqlid yang dibolehkan
Yaitu taqlid kepada mujtahid, dengan
syarat bahwa yang bersangkutan selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah
yang diikuti. Dengan kata lain, bahwa taqlid seperti ini sifatnya hanya
sementara.
c.
Taqlid yang diwajibkan
Taqlid kepada orang yang perkataan,
perbuatan, dan ketetapannya dijadikan hujjah, yakni Rasulullah Saw.
Sumber